Penalaran
Pengertian
Penalaran
adalah suatu proses berpikir manusia untuk menghubung-hubungkan data atau fakta
yang ada sehingga sampai pada suatu simpulan. Data atau fakta yang akan dinalar
itu boleh benar dan boleh tidak benar. Di sinilah letaknya kerja penalaran. Orang
akan menerima data dan fakta yang benar dan tentu saja akan menolak fakta yang
belum jelas kebenarannya. Data yang dapat dipergunakan dalam penalaran untuk
mencapai satu simpulan ini harus berbentuk kalimat pernyataan. Kalimat
pernyataan yang dapat dipergunakan sebagai data itu disebut proposisi.
Menurut sumber
lain menyebutkan, penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari
pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan
pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk
proposisi–proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui
atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya
tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.
Definisi Penalaran
Menurut Para Ahli
1.
Keraf (1985: 5)
berpendapat bahwa penalaran
adalah suatu proses berpikir dengan menghubung-hubungkan bukti, fakta,
petunjuk, yang
menuju kepada suatu kesimpulan.
2.
Bakry (1986: 1)
menyatakan bahwa penalaran atau reasoning merupakan suatu konsep yang
paling umum menunjuk pada salah satu proses pemikiran untuk sampai pada suatu
kesimpulan sebagai pernyataan baru dari beberapa pernyataan lain yang telah
diketahui.
3.
Suria Sumantri (2001: 42)
mengemukakan secara singkat bahwa penalaran adalah suatu aktivitas berpikir
dalam pengambilan suatu simpulan yang berupa pengetahuan.
Menurut tim balai pustaka istilah penalaran mengandung tiga
pengertian diantaranya:
1. Cara (hal) menggunakan nalar, pemikiran atau cara berfikir
logis.
2. Hal mengembangkan atau mengendalikan sesuatu dengan nalar dan
bukan perasaan atau pengalman.
3. Proses mental dalam mengembangkan atau mengendalikan pikiran
dari beberapa fakta atau prinsip.
Ciri – Ciri Penalaran
·
Dilakukan dengan sadar.
·
Didasarkan atas sesuatu
yang sudah diketahui.
·
Sistematis.
·
Terarah, bertujuan.
·
Menghasilkan kesimpulan
berupa pengetahuan, keputusan atau sikap yang baru.
·
Sadar tujuan.
·
Premis berupa
pengalaman atau pengetahuan, bahkan teori yang telah diperoleh.
·
Pola pemikiran tertentu.
·
Sifat
empiris rasional.
Metode dalam menalar
Ada dua jenis metode dalam menalar yaitu
deduktif dan induktif.
1.
Metode
deduktif
Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir
yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan
dalam bagian-bagiannya yang khusus.
2.
Metode
induktif
Metode berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam
berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Hukum yang disimpulkan
difenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti. Generalisasi
adalah bentuk dari metode berpikir induktif.
Penalaran
Deduktif
Pernalaran deduktif bertolak dari
sebuah konklusi atau simpulan yang didapat dari satu atau lebih pernyataan yang
lebih umum.Simpulan yang diperoleh tidak mungkin lebih umum dari pada proposisi
tempat menarik kesimpulan itu disebut premis.
Penarikan simpulan (konklusi)
secara deduktif dapat dilakukan secara langsung dan dapat pula dilakukan secara
tak langsung.
“Menarik Simpulan secara Langsung”
Simpulan (konklusi) secara langsung
ditarik dari satu premis. Sebaliknya, konklusi yang ditarik dari dua premis
disebut tak langsung.
Misalnya:
1. Semua S adalah P. (premis)
Sebagian P adalah S.
(simpulan)
Contoh:
Semua ikan berdarah dingin.(premis)
Sebagian yang berdarah dingin adalah ikan.(simpulan)
2. Tidak satu pun S adalah P. (premis)
Tidak satu
pun P adalah S. (simpulan)
Contoh:
Tidak
seekor nyamuk pun adalah lalat. (premis)
Tidak
seekor lalat pun adalah nyamuk. (simpulan)
3. Semua S adalah P. (premis)
Tidak satu pun S adalah
tak-P. (simpulan)
Contoh:
Semua rudal adalahsenjata
berbahaya. (premis)
Tidak satu pun rudal adalah
senjata tidak berbahaya.(simpulan)
4. Tidak satu pun S adalah P. (premis)
Semua S adalah tak-P.
(simpulan)
Contoh:
Tidak seekor pun harimau
adalah singa.(premis)
Semua harimau adalah bukan
singa.(simpulan)
5. Semua S adalah P. (premis)
Tidak satu pun S adalah
tak-P. (simpulan)
Tidak satu pun tak-P adalah
S. (simpulan)
Contoh:
Semua gajah adalah
berbelalai. (premis)
Tidak satu pun gajah adalah
tak berbelalai. (simpulan)
Tidak satu pun yang tak
berbelalai adalah gajah. (simpulan)
“Menarik Simpulan secara Tidak
Langsung”
Penalaran deduksi yang
berupa penarikan simpulan secara tidak langsung memerlukan dua premis sebagai
data. Dari dua premis ini akan dihasilkan sebuah simpulan. Premis yang pertama
adalah premis yang bersifat umum dan premis yang kedua adalah premis yang
bersifat khusus.
Untuk menarik simpulan
secara tidak langsung ini, kita memerlukan suatu premis (pernyataan dasar) yang
bersifat pengetahuan yang semua orang sudah tahu, umpamanya setiap manusia akan mati, semua ikan
berdarah dingin, semua sarjana adalah lulusan perguruan tinggi, atau semua
pohon kelapa berakar serabut.
Beberapa jenis
pernalaran deduksi dengan penarikan secara tidak langsung sebagai berikut :
1)
Silogisme Kategorial
Yang
dimaksud dengan silogisme kategorial ialah silogisme yang terjadi tiga
proposisi. Dua proposisi merupakan premis dan satu proposisi merupakan
simpulan. Premis yang bersifat umum disebut premis
mayor dan premis yang bersifat khusus disebut premis minor. Dalam simpulan terdapat subjek dan predikat. Subjek
simpulan disebut term minor dan
predikat simpulan disebut term mayor.
Contoh:
Semua manusia bijaksana (premis
mayor)
Semua polisi adalah manusia (premis
minor)
Jadi, semua polisi
bijaksana
term minor
term mayor
Untuk
menghasilkan simpulan harus ada term penengah sebagai penghubung antara premis
mayor dan premis minor. Term penengah pada silogisme di atas ialah manusia. Term penengah hanya terdapat
pada premis, tidak terdapat pada simpulan. Kalau term penengah tidak ada,
simpulan tidak dapat diambil.
Contoh:
Semua
manusia tidak bijaksana.
Semua
kera bukan manusia.
Jadi,
(tidak ada simpulan).
Aturan
umum silogisme kategorial adalah sebagai berikut.
1. Silogisme harus terdiri atas tiga term, yaitu term
mayor, term minor, dan term penengah.
Contoh:
Semua atlet harus giat berlatih.
Dimas adalah seorang atlet.
Dimas harus giat berlatih.
Term mayor: Dimas.
Term minor: harus giat berlatih.
Term menengah: atlet.
Jika lebih dari
tiga term, simpulan akan menjadi salah.
Contoh:
Gambar itu menempel di dinding.
Dinding itu menempel di tiang.
Dalam premis ini
terdapat empat term yaitu gambar,
menempel di dinding, dinding, dan menempel di tiang.
Oleh sebab itu, di sini tidak dapat ditarik
kesimpulan.
2. Silogisme terdiri atas tiga proposisi, yaitu premis
mayor, premis minor, dan simpulan.
3. Dua premis yang negatif tidak dapat menghasilkan
simpulan.
Contoh:
Semua semut bukan ulat.
Tidak seekor ulat pun adalah manusia.
4. Bila salah satu premisnya negatif, simpulan pasti
negatif.
Contoh:
Tidak seekor gajah pun adalah singa.
Semua gajah berbelalai.
Jadi, tidak seekor singapun berbelalai
5. Dari premis yang positif, akan dihasilkan simpulan
yang positif.
6. Dari dua premis yang khusus tidak dapat ditarik satu
simpulan.
Contoh:
Sebagian orang jujur adalah petani.
Sebagian pegawai negeri adalah orang jujur.
Jadi, . . .
(tidak ada simpulan)
7. Bila salah satu premisnya khusus, simpulan akan
bersifat khusus.
Contoh:
Sebagian mahasiswa adalah lulusan SLTA.
Sebagian pemuda adalah mahasiswa.
Jadi, sebagian pemuda adalah lulusan SLTA.
8. Dari premis mayor yang khusus dan premis minor yang
negatif tidak dapat ditarik satu simpulan.
Contoh:
Beberapa manusia adalah bijaksana.
Tidak seekor bintang pun adalah manusia.
Jadi, . . .
(tidak ada simpulan)
2) Silogisme Hipotesis
Silogisme hipotesis adalah silogisme yang terdiri atas
premis mayor yang berproposisi kondisional hipotesis. Jika premis minornya
membenarkan anteseden, simpulannya membenarkan konsekuen. Kalau premis minornya
menolak anteseden, simpulannya juga menolak konsekuen.
Contoh:
Jika besi
dipanaskan, besi akan memuai.
Besi
dipanaskan.
Jadi, besi
memuai.
Jika besi
tidak dipanaskan, besi tidak akan memuai.
Besi tidak
dipanaskan.
Jadi, besi
tidak akan memujai.
3)
Silogisme Alternatif
Silogisme
alternatif adalah silogisme nyang terdiri atas premis mayor berupa proposisi
alternatif. Jika premis minornya membenarkan salah satu alternatif, simpulannya
akan menolak alternatif yang lain.
Contoh:
Dia
adalah seorang kiai atau professor.
Dia
seorang kiai.
Jadi,
dia bukan seorang professor.
Dia
adalah seorang kiai atau professor.
Dia
bukan seorang kiai.
Jadi, dia seorang professor.
4)
Entimen
Sebenarnya silogisme ini jarang
ditemukan dal;am kehidupan sehari-hari, baik dalam tulisan maupun lisan. Akan
tetapi, ada bentuk silogisme yang tidak mempunyai premis mayor karena premis
mayor itu sudah diketahui secara umum. Yang belum dikemukakakan hanya premis
minor dan simpulan.
Contoh:
Semua
sarjana adalah orang cerdas.
Ali
adalah seorang sarjana.
Jadi,
Ali adalah orang cerdas.
Dari
silogisme ini dapat ditarik satu entimen, yaitu “Ali adalah orang cerdas karena dia
seorang sarjana”. Beberapa contoh entimen:
Dia
menerima hadiah pertama karena dia telah menang dalam sayembara itu.
Dengan
demikian, silogisme dapat dijadikan entinem. Sebaliknya, sebuah entimen dapat
diubah menjadi silogisme.
Penalaran Induktif
Penalaran
induktif adalah penalaran yang bertolak dari pernyataan yang bertolak dari
pernyataan-pernyataan yang khusus dan menghasilkan simpulan yang umum. Dengan
kata lain, simpulan yang diperoleh tidak lebih khusus daripada pernyataan
(premis).
Penalaran induktif (prosesnya
disebut induksi) merupakan proses penalaran untuk menarik suatu prinsip atau
sikap yang berlaku untuk umum maupun suatu kesimpulan yang bersifat umum
berdasarkan atas fakta-fakta khusus.
Keuntungan
Menggunakan Penalaran Induktif:
1.
Pernyataan yang
bersifat umum ini bersifat ekonomis
2.
Dari pernyataan yang
bersifat umum dimungkinkan proses penalaran selanjutnya baik secara induktif
maupun deduktif.
Jenis-Jenis
Penalaran Induktif
1) Generalisasi
Generalisasi
adalah pernalaran yang mengandalkan beberapa pernyataan yang mempunyai sifat
tertentu untuk mendapatkan simpulan yang bersifat umum. Dari beberapa gejala
dan data, kita ragu-ragu mengatakan bahwa “Lulusan sekolah A pintar-pintar.”
Hal ini dapat kita simpulkan setelah beberapa data sebagai pernyataan
memberikan gambaran seperti itu.
Contoh:
Jika
dipanaskan, besi memuai.
Jika
dipanaskan, tembaga memuai.
Jika
dipanaskan, emas memuai.
Jadi,
jika dipanaskan, logam memuai.
Benar
atau tidaknya simpulan dari generalisasi itu dapat dilihat dari hal-hal yang
berikut.
1.
Data itu harus memadai jumlahnya. Makin
banyak data yang dipaparkan, makin benar
simpulan
yang diperoleh.
2.
Data itu harus mewakili
keseluruhan. Dari data yang sama itu akan dihasilkan simpulan
yang benar.
3.
Pengecualian
perlu diperhitungkan karena data-data yang mempunayai sifat khusus tidak
dapat
dijadikan data.
2) Analogi
Analogi adalah cara penarikan
pernalaran dengan membandingkan dua hal yang mempunyai sifat yang sama.
Contoh:
Nina
adalah lulusan akademi A.
Nina
dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
Ali adalah lulusan akademi A.
Oleh
sebab itu, Ali dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
Tujuan
pernalaran dengan analogi adalah sebagai berikut.
1. Analogi
dilakukan untuk meramalkan kesamaan.
2. Analogi
digunakan untuk menyingkapkan kekeliruan.
3. Analogi
digunakan untuk menyusun klasifikasi.
3)
Hubungan Kausal
Hubungan kausal adalah pernalaran
yang diperoleh dari gejala-gejala yang saling berhubungan. Misalnya, tombol ditekan, akibatnya bel berbunyi. Dalam kehidupan kita sehari-hari, hubungan
kausal ini sering kita temukan. Hujan
turun dan jalan-jalan becek. Ia kena penyakit kanker darah dan meninggal dunia.
Dalam kaitannya dengan hubungan kausal ini, tiga hubungan antar masalah
yaitu sebagai berikut:
a)
Sebab Akibat
Sebab akibat ini berpola A
menyebabkan B. Di samping itu, hubungan ini dapat pula berpola A menyebabkan B,
C, D dan seterusnya. Jadi, efek dari suatu peristiwa yang dianggap penyebab
kadang-kadang lebih dari satu.
Dalam kaitannya dengan hubungan
kasual ini, diperlukan kemampuan penalaran sesorang untuk mendapatkan
kesimpulan penalaran. Hal ini akan terlihat pada suatu penyebab yang tidak
jelas terhadap sebuah akibat yang nyata. Kalau kita melihat sebiji buah mangga
jatuh dari batangnya, kita akan memperkirakan beberapa kemungkinan penyebabnya.
Mungkin mangga itu ditimpa hujan, mungkin dihempas angin, dan mungkin pula dilempari
oleh anak-anak. Pastilah salah satu kemungkinan itu yang menjadi penyebabnya.
Andaikata
angin tiba-tiba bertiup (A), dan hujan yang tiba-tiba turun (B), ternyata tidak
sebuah mangga pun yang jatuh (E), tentu kita dapat menyimpulkan bahwa jatuhnya
buah mangga itu disebabkan oleh lemparan anak-anak (C).
Pola seperti itu dapat kita lihat pada
rancangan berikut.
Angin hujan
lemparan mangga jatuh.
(A) (B)
(C) (D)
Angin, hujan mangga tidak jatuh
(A) (B) (D)
Oleh
sebab itu, lemparan anak menyebabkan mangga jatuh.
(C) (E)
Pola-pola
seperti itu sesuai pula dengan metode agreement yang berbunyi sebagai
berikut. Jika dua kasus atau lebih dalam satu gejala mempunyai satu dan hanya
satu kondisi yang dapat mengakibatkan sesuatu, kondisi itu dapat diterima
sebagai penyebab sesuatu tersebut.
Teh,
gula, garam menyebabkan kedatangan semut.
(P) (Q)
(R) (Y)
Gula,
lada, bawang menyebabkan kedatangan semut.
(Q) (S) (U) (Y)
Jadi,
gula menyebabkan kedatangan semut.
(Q) (Y)
b)
Akibat-Sebab
Akibat-sebab ini dapat kita lihat pada
peristiwa seseorang yang pergi ke dokter.Ke dokter merupakan akibat dan sakit
merupakan sebab, jadi mirip dengan entimen.Akan tetapi, dalam pernalaran jenis
akibat-sebab ini, peristiwa sebab merupakan simpulan.
c) Akibat-Akibat
Akibat-akibat adalah suatu
pernalaran yang menyiratkan penyebabnya. Peristiwa “akibat” langsung
disimpulkan pada suatu “akibat” yang lain.
Contohnya adalah sebagai
berikut :
Ketika
pulang dari pasar, Ibu Sonya melihat tanah di halamannya becek. Ibu langsung
menyimpulkan bahwa kain jemuran di belakang rumahnya pasti basah. Dalam kasus
itu penyebabnya tidak ditampilkan, yaitu hari hujan. Pola itu dapat dilihat
seperti berikut ini.
Hujan
menyebabkan
tanah becek.
(A) (B)
Hujan
menyebabkan kain jemuran basah.
(A) (C)
Dalam
proses pernalaran “akibat-akibat”, peristiwa tanah becek (B) merupakan data,
dan peristiwa kain jemuran basah (C) merupakan simpulan.
Jadi,
karena tanah becek, pasti kain jemuran basah.
(B) (C)
Salah
Nalar
Gagasan, pikiran, kepercayaan, atau simpulan yang
salah, keliru, atau cacat disebut salah
nalar. Salah nalar ini disebabkan oleh ketidaktepatan orang mengikuti
tata cara pikirannya. Apabila kita perhatikan beberapa kalimat dalam bahasa
Indonesia secara cermat, kadang-kadang kita temukan beberapa pernyataan atau
premis tidak masuk akal. Kalimat-kalimat yang seperti itu disebut kalimat dari
hasil salah nalar.Kalau kita pilah-pilah beberapa bentuk salah nalar itu, kita
dapat membagi salah nalar itu dalam beberapa macam, yaitu sebagai berikut :
“Deduksi yang Salah”
Salah nalar yang disebabkan
oleh deduksi yang salah merupakan salah nalar yang amat sering dilakukan orang.
Hal ini terjadi karena orang salah mengambil simpulan dari suatu silogisme
dengan diawali oleh premis yang salah atau tidak memenuhi syarat.
Beberapa salah nalar jenis ini adalah sebagai berikut.
1. Pak Ruslan tidak dapat dipilih sebagai lurah di sini
karena dia miskin.
2. Bunga Anggrek sebetulnya tidak perlu dipelihara karena
bunga anggrek banyak ditemukan dalam hutan.
3. Dia pasti cepat mati karena dia menderita penyakit
jantung.
“Generalisasi Terlalu Luas”
Salah nalar jenis ini disebabkan oleh jumlah premis
yang mendukung generalisasi tidak seimbang dengan besarnya generalisasi itu
sehingga simpulan yang diambil menjadi salah. Beberapa salah nalar jenis ini
adalah sebagai berikut.
a.
Gadis Bandung
cantik-cantik.
b.
Kuli pelabuhan
jiwanya kasar.
c.
Orang Makasar
pandai berdayung.
“Pemilihan Terbatas pada Dua Alternatif”
Salah nalar ini dilandasi
oleh penalaran alternatif yang tidak tepat dengan pemilihan “itu” atau “ini”.
Beberapa pernalaran yang salah seperti itu adalah sebagai berikut.
a. Engkau harus mengikuti kehendak ayah, atau engkau
harus berangkat dari rumah ini.
b. Dia membakar rumahnya agar kejahatannya tidak
diketahui orang.
c.
Engkau harus
memilih antara hidup di Jakarta dengan serba kekurangan dan hidup di kampung
dengan menanggung malu.
“Penyebab yang Salah Nalar”
Salah nalar jenis ini
disebabkan oleh kesalahan menilai sesuatu sehingga mengakibatkan terjadi
pergeseran maksud. Orang tidak menyadari bahwa yang dikatakannya itu adalah
salah.Beberapa salah nalar yang termasuk jenis ini adalah sebagai berikut.
a. Matanya buta sejak beberapa waktu yang lalu. Itu
tandanya dia melihat gerhana matahari total.
b. Sejak ia memperhatikan dan membersihkan kuburan para
leluhurnya, di hamil.
c.
Kalau ingin
dikenal orang, kita harus memakai kacamata.
“Analogi yang Salah”
Salah nalar
dapat terjadi apabila orang menganalogikan sesuatu dengan yang lain dengan
anggapan persamaan salah satu segi akan memberikan kepastian persamaan pada
segi yang lain.
Beberapa jenis salah nalar seperti ini
adalah sebagai berikut :
1. Sumini, seorang alumni Universitas Indonesia,
dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik. Oleh sebab itu, Tata, seorang alumni
Universitas Indonesia, tentu dapat menyelesaikan tugasnya.
2. Pada hari Senin, langit di sebelah barat
menghitam, angin bertiup kencang, dan tidak lama kemudian turun hujan. Pada
hari Selasa, langit sebelah barat menghitam, angin bertiup kencang, dan tidak
lama kemudian turun hujan. Pada hari Rabu, langit sebelah barat menghitam,
angin bertiup kencang. Hal ini menandakan bahwa tidak lama lagi akan turun
hujan.
“Argumentasi Bidik Orang”
Salah nalar jenis ini adalah salah nalar yang
disebabkan oleh sikap menghubungkan sifat seseorang dengan tugas yang
diembannya. Dengan kata lain, sesuatu itu selalu dihubungkan dengan orangnya.
Beberapa salah nalar jenis ini adalah sebagai berikut.
1. Program keluarga berencana tidak dapat berjalan di
desa kami karena petugas keluarga berencana itu mempunyai anak enam orang.
2. Kamu tidak boleh kawin dengan Verdo karena orang tua
Verdo itu bekas penjahat.
3. Dapatkah dia memimpin kita kalau dia sendiri belum
lama ini bercerai dengan istrinya?
“Meniru-niru yang Sudah Ada”
Salah
nalar jenis ini adalah salah nalar yang berhubungan dengan anggapan bahwa
sesuatu itu dapat kita lakuakn kalau atasan kita melakukan hal itu.Beberapa
salah nalar jenis ini adalah sebagai berikut :
1. Peserta penataran boleh pulang sebelum waktunya karena
para undangan yang menghadiri acara pembukaanpun sudah pulang semua.
2. Siswa SMA seharusnya dibenarkan mempergunakan
kalkulator ketika menyelesaikan soal matematika sebab professor pun menggunakan
kalkulator ketika menyelesaikan soal matematika.
“Penyamarataan
Para Ahli”
Salah nalar ini disebabkan
oleh anggapan orang tentang berbagai ilmu dengan pandangan yang sama. Hal ini
akan mengakibatkan kekeliruan mengambil simpulan. Beberapa salah nalar jenis
ini adalah sebagai berikut.
1. Perkembangan sistem pelayaran kita dapat dibahas
secara panjang lebar oleh Ahmad Panu, seorang tukang kayu yang terkenal itu.
2. Pembangunan pasar swalayan itu sesuai saran Toto,
seorang ahli di bidang perikanan.
Dalam
ucapan atau tulisan kerap kali kita dapati pernyataan yang mengandung
kesalahan. Ada kesalahan yang terjadi secara tak sadar karena kelelahan atau
kondisi mental yang kurang menyenangkan, seperti salah ucap atau salah tulis
misalnya.
Ada
pula kesalahan yang terjadi karena ketidaktahuan, disamping kesalahan yang
sengaja dibuat untuk tujuan tertentu. Kesalahan yang kita persoalkan disini
adalah kesalahan yang berhubungan dengan proses penalaran yang kita sebut salah
nalar. Pembahasan ini akan mencakup dua jenis kesalahan menurut penyebab
utamanya, yaitu kesalahan karena bahasa yang merupakan kesalahan informal dan
karena materi dan proses penalarannya yang merupan kesalahan formal.
Gagasan,
pikiran, kepercayaan atau simpulan yang salah, keliru, atau cacat disebut
sebagai salah nalar.
Syarat-syarat
kebenaran dalam penalaran
Jika seseorang
melakukan penalaran, maksudnya tentu adalah untuk menemukan kebenaran.
Kebenaran dapat dicapai jika syarat – syarat dalam menalar dapat dipenuhi.
·
Suatu penalaran
bertolak dari pengetahuan yang
sudah dimiliki seseorang akan sesuatu yang memang benar atau sesuatu yang
memang salah.
·
Dalam penalaran, pengetahuan yang dijadikan dasar konklusi adalah
premis. Jadi semua premis harus benar. Benar di sini harus meliputi sesuatu
yang benar secara formal maupun material. Formal berarti penalaran
memiliki bentuk yang tepat, diturunkan dari aturan – aturan berpikir yang tepat
sedangkan material berarti isi atau bahan yang dijadikan sebagai premis tepat.
Sumber :
·
Arifin, Zaenal
dan Amran Tasai.2004. Cermat Berbahasa
Indonesia untuk Perguruan Tinggi.Jakarta:Akademika Pressindo.