Pages

Sabtu, 14 Maret 2015

Tugas 1 "Bahasa Indonesia 2"

Penalaran

Pengertian
Penalaran adalah suatu proses berpikir manusia untuk menghubung-hubungkan data atau fakta yang ada sehingga sampai pada suatu simpulan. Data atau fakta yang akan dinalar itu boleh benar dan boleh tidak benar. Di sinilah letaknya kerja penalaran. Orang akan menerima data dan fakta yang benar dan tentu saja akan menolak fakta yang belum jelas kebenarannya. Data yang dapat dipergunakan dalam penalaran untuk mencapai satu simpulan ini harus berbentuk kalimat pernyataan. Kalimat pernyataan yang dapat dipergunakan sebagai data itu disebut proposisi.
Menurut sumber lain menyebutkan, penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi–proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.

Definisi Penalaran

Menurut Para Ahli

1.       Keraf (1985: 5) berpendapat bahwa penalaran adalah suatu proses berpikir dengan menghubung-hubungkan bukti, fakta, petunjuk, yang menuju kepada suatu kesimpulan.
2.       Bakry (1986: 1) menyatakan bahwa penalaran atau reasoning merupakan suatu konsep yang paling umum menunjuk pada salah satu proses pemikiran untuk sampai pada suatu kesimpulan sebagai pernyataan baru dari beberapa pernyataan lain yang telah diketahui.
3.       Suria Sumantri (2001: 42) mengemukakan secara singkat bahwa penalaran adalah suatu aktivitas berpikir dalam pengambilan suatu simpulan yang berupa pengetahuan.
Menurut tim balai pustaka istilah penalaran mengandung tiga pengertian diantaranya:
1.       Cara (hal) menggunakan nalar, pemikiran atau cara berfikir logis.
2.       Hal mengembangkan atau mengendalikan sesuatu dengan nalar dan bukan perasaan atau pengalman.
3.       Proses mental dalam mengembangkan atau mengendalikan pikiran dari beberapa fakta atau prinsip.

Ciri – Ciri Penalaran
·         Dilakukan dengan sadar.
·         Didasarkan atas sesuatu yang sudah diketahui.
·         Sistematis.
·         Terarah, bertujuan.
·         Menghasilkan kesimpulan berupa pengetahuan, keputusan atau sikap yang baru.
·         Sadar tujuan.
·         Premis berupa pengalaman atau pengetahuan, bahkan teori yang telah diperoleh.
·         Pola pemikiran tertentu.
·         Sifat empiris rasional.
Metode dalam menalar
Ada dua jenis metode dalam menalar yaitu deduktif dan induktif.

1.       Metode deduktif
Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus.

2.       Metode induktif
Metode berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Hukum yang disimpulkan difenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti. Generalisasi adalah bentuk dari metode berpikir induktif.

Penalaran Deduktif

Pernalaran deduktif bertolak dari sebuah konklusi atau simpulan yang didapat dari satu atau lebih pernyataan yang lebih umum.Simpulan yang diperoleh tidak mungkin lebih umum dari pada proposisi tempat menarik kesimpulan itu disebut premis.
Penarikan simpulan (konklusi) secara deduktif dapat dilakukan secara langsung dan dapat pula dilakukan secara tak langsung.
“Menarik Simpulan secara Langsung”
Simpulan (konklusi) secara langsung ditarik dari satu premis. Sebaliknya, konklusi yang ditarik dari dua premis disebut tak langsung.
Misalnya:
1.       Semua S adalah P. (premis)
Sebagian P adalah S. (simpulan)
Contoh:
Semua ikan berdarah dingin.(premis)
Sebagian yang berdarah dingin adalah ikan.(simpulan)
2.       Tidak satu pun S adalah P. (premis)
Tidak satu pun P adalah S. (simpulan)
Contoh:
Tidak seekor nyamuk pun adalah lalat. (premis)
Tidak seekor lalat pun adalah nyamuk. (simpulan)
3.       Semua S adalah P. (premis)
Tidak satu pun S adalah tak-P. (simpulan)
Contoh:
Semua rudal adalahsenjata berbahaya. (premis)
Tidak satu pun rudal adalah senjata tidak berbahaya.(simpulan)
4.       Tidak satu pun S adalah P. (premis)
Semua S adalah tak-P. (simpulan)
Contoh:
Tidak seekor pun harimau adalah singa.(premis)
Semua harimau adalah bukan singa.(simpulan)
5.       Semua S adalah P. (premis)
Tidak satu pun S adalah tak-P. (simpulan)
Tidak satu pun tak-P adalah S. (simpulan)
Contoh:
Semua gajah adalah berbelalai. (premis)
Tidak satu pun gajah adalah tak berbelalai. (simpulan)
Tidak satu pun yang tak berbelalai adalah gajah. (simpulan)
“Menarik Simpulan secara Tidak Langsung”
Penalaran deduksi yang berupa penarikan simpulan secara tidak langsung memerlukan dua premis sebagai data. Dari dua premis ini akan dihasilkan sebuah simpulan. Premis yang pertama adalah premis yang bersifat umum dan premis yang kedua adalah premis yang bersifat khusus.
Untuk menarik simpulan secara tidak langsung ini, kita memerlukan suatu premis (pernyataan dasar) yang bersifat pengetahuan yang semua orang sudah tahu, umpamanya setiap manusia akan mati, semua ikan berdarah dingin, semua sarjana adalah lulusan perguruan tinggi, atau semua pohon kelapa berakar serabut.
Beberapa jenis pernalaran deduksi dengan penarikan secara tidak langsung sebagai berikut :
1)       Silogisme Kategorial
Yang dimaksud dengan silogisme kategorial ialah silogisme yang terjadi tiga proposisi. Dua proposisi merupakan premis dan satu proposisi merupakan simpulan. Premis yang bersifat umum disebut premis mayor dan premis yang bersifat khusus disebut premis minor. Dalam simpulan terdapat subjek dan predikat. Subjek simpulan disebut term minor dan predikat simpulan disebut term mayor.
Contoh:
Semua manusia bijaksana (premis mayor)
Semua polisi adalah manusia (premis minor)
Jadi, semua polisi bijaksana

     term minor  term mayor
Untuk menghasilkan simpulan harus ada term penengah sebagai penghubung antara premis mayor dan premis minor. Term penengah pada silogisme di atas ialah manusia. Term penengah hanya terdapat pada premis, tidak terdapat pada simpulan. Kalau term penengah tidak ada, simpulan tidak dapat diambil.
Contoh:
Semua manusia tidak bijaksana.
Semua kera bukan manusia.
Jadi, (tidak ada simpulan).
Aturan umum silogisme kategorial adalah sebagai berikut.
1.       Silogisme harus terdiri atas tiga term, yaitu term mayor, term minor, dan term penengah.
Contoh:
Semua atlet harus giat berlatih.
Dimas adalah seorang atlet.
Dimas harus giat berlatih.
Term mayor: Dimas.
Term minor: harus giat berlatih.
Term menengah: atlet.
Jika lebih dari tiga term, simpulan akan menjadi salah.
Contoh:
Gambar itu menempel di dinding.
Dinding itu menempel di tiang.
Dalam premis ini terdapat empat term yaitu gambar, menempel di dinding, dinding, dan menempel di tiang.
Oleh sebab itu, di sini tidak dapat ditarik kesimpulan.
2.       Silogisme terdiri atas tiga proposisi, yaitu premis mayor, premis minor, dan simpulan.
3.       Dua premis yang negatif tidak dapat menghasilkan simpulan.
Contoh:
Semua semut bukan ulat.
Tidak seekor ulat pun adalah manusia.
4.       Bila salah satu premisnya negatif, simpulan pasti negatif.
Contoh:
Tidak seekor gajah pun adalah singa.
Semua gajah berbelalai.
Jadi, tidak seekor singapun berbelalai
5.       Dari premis yang positif, akan dihasilkan simpulan yang positif.
6.       Dari dua premis yang khusus tidak dapat ditarik satu simpulan.
Contoh:
Sebagian orang jujur adalah petani.
Sebagian pegawai negeri adalah orang jujur.
Jadi, . . . (tidak ada simpulan)
7.       Bila salah satu premisnya khusus, simpulan akan bersifat khusus.
Contoh:
Sebagian mahasiswa adalah lulusan SLTA.
Sebagian pemuda adalah mahasiswa.
Jadi, sebagian pemuda adalah lulusan SLTA.
8.       Dari premis mayor yang khusus dan premis minor yang negatif tidak dapat ditarik satu simpulan.
Contoh:
Beberapa manusia adalah bijaksana.
Tidak seekor bintang pun adalah manusia.
Jadi, . . . (tidak ada simpulan)
2)       Silogisme Hipotesis
Silogisme hipotesis adalah silogisme yang terdiri atas premis mayor yang berproposisi kondisional hipotesis. Jika premis minornya membenarkan anteseden, simpulannya membenarkan konsekuen. Kalau premis minornya menolak anteseden, simpulannya juga menolak konsekuen.
Contoh:
Jika besi dipanaskan, besi akan memuai.
Besi dipanaskan.
Jadi, besi memuai.
Jika besi tidak dipanaskan, besi tidak akan memuai.
Besi tidak dipanaskan.
Jadi, besi tidak akan memujai.        
3)       Silogisme Alternatif
Silogisme alternatif adalah silogisme nyang terdiri atas premis mayor berupa proposisi alternatif. Jika premis minornya membenarkan salah satu alternatif, simpulannya akan menolak alternatif yang lain.
Contoh:
Dia adalah seorang kiai atau professor.
Dia seorang kiai.
Jadi, dia bukan seorang professor.
Dia adalah seorang kiai atau professor.
Dia bukan seorang kiai.
Jadi, dia seorang professor.
4)       Entimen
Sebenarnya silogisme ini jarang ditemukan dal;am kehidupan sehari-hari, baik dalam tulisan maupun lisan. Akan tetapi, ada bentuk silogisme yang tidak mempunyai premis mayor karena premis mayor itu sudah diketahui secara umum. Yang belum dikemukakakan hanya premis minor dan simpulan.
Contoh:
Semua sarjana adalah orang cerdas.
Ali adalah seorang sarjana.
Jadi, Ali adalah orang cerdas.
Dari silogisme ini dapat ditarik satu entimen, yaitu “Ali adalah orang cerdas karena dia   seorang sarjana”. Beberapa contoh entimen:
Dia menerima hadiah pertama karena dia telah menang dalam sayembara itu.
Dengan demikian, silogisme dapat dijadikan entinem. Sebaliknya, sebuah entimen dapat diubah menjadi silogisme.

Penalaran Induktif

Penalaran induktif adalah penalaran yang bertolak dari pernyataan yang bertolak dari pernyataan-pernyataan yang khusus dan menghasilkan simpulan yang umum. Dengan kata lain, simpulan yang diperoleh tidak lebih khusus daripada pernyataan (premis).
            Penalaran induktif (prosesnya disebut induksi) merupakan proses penalaran untuk menarik suatu prinsip atau sikap yang berlaku untuk umum maupun suatu kesimpulan yang bersifat umum berdasarkan atas fakta-fakta khusus.
Keuntungan Menggunakan Penalaran Induktif:
1.    Pernyataan yang bersifat umum ini bersifat ekonomis
2.    Dari pernyataan yang bersifat umum dimungkinkan proses penalaran selanjutnya baik secara induktif maupun deduktif.
Jenis-Jenis Penalaran Induktif

1) Generalisasi

Generalisasi adalah pernalaran yang mengandalkan beberapa pernyataan yang mempunyai sifat tertentu untuk mendapatkan simpulan yang bersifat umum. Dari beberapa gejala dan data, kita ragu-ragu mengatakan bahwa “Lulusan sekolah A pintar-pintar.” Hal ini dapat kita simpulkan setelah beberapa data sebagai pernyataan memberikan gambaran seperti itu.
Contoh:
Jika dipanaskan, besi memuai.
Jika dipanaskan, tembaga memuai.
Jika dipanaskan, emas memuai.
Jadi, jika dipanaskan, logam memuai.
Benar atau tidaknya simpulan dari generalisasi itu dapat dilihat dari hal-hal yang berikut.
1.          Data itu harus memadai jumlahnya. Makin banyak data yang dipaparkan, makin benar
        simpulan yang diperoleh.
2.          Data itu harus mewakili keseluruhan. Dari data yang sama itu akan dihasilkan simpulan
yang benar.
3.          Pengecualian perlu diperhitungkan karena data-data yang mempunayai sifat khusus tidak
dapat dijadikan data.

2) Analogi

Analogi adalah cara penarikan pernalaran dengan membandingkan dua hal yang mempunyai sifat yang sama.

Contoh:
Nina adalah lulusan akademi A.
Nina dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
Ali adalah lulusan akademi A.                       
Oleh sebab itu, Ali dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
Tujuan pernalaran dengan analogi adalah sebagai berikut.
1.    Analogi dilakukan untuk meramalkan kesamaan.
2.    Analogi digunakan untuk menyingkapkan kekeliruan.
3.    Analogi digunakan untuk menyusun klasifikasi.

3) Hubungan Kausal

Hubungan kausal adalah pernalaran yang diperoleh dari gejala-gejala yang saling berhubungan. Misalnya, tombol ditekan, akibatnya bel berbunyi. Dalam kehidupan kita sehari-hari, hubungan kausal ini sering kita temukan. Hujan turun dan jalan-jalan becek. Ia kena penyakit kanker darah dan meninggal dunia. Dalam kaitannya dengan hubungan kausal ini, tiga hubungan antar masalah yaitu sebagai berikut:
a)       Sebab Akibat
Sebab akibat ini berpola A menyebabkan B. Di samping itu, hubungan ini dapat pula berpola A menyebabkan B, C, D dan seterusnya. Jadi, efek dari suatu peristiwa yang dianggap penyebab kadang-kadang lebih dari satu.
Dalam kaitannya dengan hubungan kasual ini, diperlukan kemampuan penalaran sesorang untuk mendapatkan kesimpulan penalaran. Hal ini akan terlihat pada suatu penyebab yang tidak jelas terhadap sebuah akibat yang nyata. Kalau kita melihat sebiji buah mangga jatuh dari batangnya, kita akan memperkirakan beberapa kemungkinan penyebabnya. Mungkin mangga itu ditimpa hujan, mungkin dihempas angin, dan mungkin pula dilempari oleh anak-anak. Pastilah salah satu kemungkinan itu yang menjadi penyebabnya.
Andaikata angin tiba-tiba bertiup (A), dan hujan yang tiba-tiba turun (B), ternyata tidak sebuah mangga pun yang jatuh (E), tentu kita dapat menyimpulkan bahwa jatuhnya buah mangga itu disebabkan oleh lemparan anak-anak (C).


Pola seperti itu dapat kita lihat pada rancangan berikut.
Angin  hujan  lemparan  mangga jatuh.
                  (A)       (B)             (C)               (D)
Angin,    hujan  mangga tidak jatuh
                  (A)          (B)                       (D)
Oleh sebab itu, lemparan anak menyebabkan mangga jatuh.
                                                (C)                                                          (E)
Pola-pola seperti itu sesuai pula dengan metode agreement yang berbunyi sebagai berikut. Jika dua kasus atau lebih dalam satu gejala mempunyai satu dan hanya satu kondisi yang dapat mengakibatkan sesuatu, kondisi itu dapat diterima sebagai penyebab sesuatu tersebut.
Teh, gula, garam menyebabkan kedatangan semut.
(P)   (Q)     (R)                                                        (Y)
Gula, lada, bawang menyebabkan kedatangan semut.
(Q)     (S)                (U)                                                          (Y)
Jadi, gula menyebabkan kedatangan semut.
        (Q)                                      (Y)
b)       Akibat-Sebab
Akibat-sebab ini dapat kita lihat pada peristiwa seseorang yang pergi ke dokter.Ke dokter merupakan akibat dan sakit merupakan sebab, jadi mirip dengan entimen.Akan tetapi, dalam pernalaran jenis akibat-sebab ini, peristiwa sebab merupakan simpulan.
c)       Akibat-Akibat
Akibat-akibat adalah suatu pernalaran yang menyiratkan penyebabnya. Peristiwa “akibat” langsung disimpulkan pada suatu “akibat” yang lain.
Contohnya adalah sebagai berikut :
Ketika pulang dari pasar, Ibu Sonya melihat tanah di halamannya becek. Ibu langsung menyimpulkan bahwa kain jemuran di belakang rumahnya pasti basah. Dalam kasus itu penyebabnya tidak ditampilkan, yaitu hari hujan. Pola itu dapat dilihat seperti berikut ini.
Hujan menyebabkan tanah becek.
                  (A)                                       (B)
Hujan menyebabkan kain jemuran basah.
                   (A)                                          (C)
Dalam proses pernalaran “akibat-akibat”, peristiwa tanah becek (B) merupakan data, dan peristiwa kain jemuran basah (C) merupakan simpulan.
Jadi, karena tanah becek, pasti kain jemuran basah.
                              (B)                                   (C)

Salah Nalar

Gagasan, pikiran, kepercayaan, atau simpulan yang salah, keliru, atau cacat disebut salah nalar. Salah nalar ini disebabkan oleh ketidaktepatan orang mengikuti tata cara pikirannya. Apabila kita perhatikan beberapa kalimat dalam bahasa Indonesia secara cermat, kadang-kadang kita temukan beberapa pernyataan atau premis tidak masuk akal. Kalimat-kalimat yang seperti itu disebut kalimat dari hasil salah nalar.Kalau kita pilah-pilah beberapa bentuk salah nalar itu, kita dapat membagi salah nalar itu dalam beberapa macam, yaitu sebagai berikut :
“Deduksi yang Salah”
Salah nalar yang disebabkan oleh deduksi yang salah merupakan salah nalar yang amat sering dilakukan orang. Hal ini terjadi karena orang salah mengambil simpulan dari suatu silogisme dengan diawali oleh premis yang salah atau tidak memenuhi syarat.
Beberapa salah nalar jenis ini adalah sebagai berikut.
1.       Pak Ruslan tidak dapat dipilih sebagai lurah di sini karena dia miskin.
2.       Bunga Anggrek sebetulnya tidak perlu dipelihara karena bunga anggrek banyak ditemukan dalam hutan.
3.       Dia pasti cepat mati karena dia menderita penyakit jantung.
“Generalisasi Terlalu Luas”
Salah nalar jenis ini disebabkan oleh jumlah premis yang mendukung generalisasi tidak seimbang dengan besarnya generalisasi itu sehingga simpulan yang diambil menjadi salah. Beberapa salah nalar jenis ini adalah sebagai berikut.
a.       Gadis Bandung cantik-cantik.
b.       Kuli pelabuhan jiwanya kasar.
c.        Orang Makasar pandai berdayung.
“Pemilihan Terbatas pada Dua Alternatif”
Salah nalar ini dilandasi oleh penalaran alternatif yang tidak tepat dengan pemilihan “itu” atau “ini”. Beberapa pernalaran yang salah seperti itu adalah sebagai berikut.
a.       Engkau harus mengikuti kehendak ayah, atau engkau harus berangkat dari rumah ini.
b.       Dia membakar rumahnya agar kejahatannya tidak diketahui orang.
c.        Engkau harus memilih antara hidup di Jakarta dengan serba kekurangan dan hidup di kampung dengan menanggung malu.
“Penyebab yang Salah Nalar”
Salah nalar jenis ini disebabkan oleh kesalahan menilai sesuatu sehingga mengakibatkan terjadi pergeseran maksud. Orang tidak menyadari bahwa yang dikatakannya itu adalah salah.Beberapa salah nalar yang termasuk jenis ini adalah sebagai berikut.
a.       Matanya buta sejak beberapa waktu yang lalu. Itu tandanya dia melihat gerhana matahari total.
b.       Sejak ia memperhatikan dan membersihkan kuburan para leluhurnya, di hamil.
c.        Kalau ingin dikenal orang, kita harus memakai kacamata.
“Analogi yang Salah”                                                         
Salah nalar dapat terjadi apabila orang menganalogikan sesuatu dengan yang lain dengan anggapan persamaan salah satu segi akan memberikan kepastian persamaan pada segi yang lain.
Beberapa jenis salah nalar seperti ini adalah sebagai berikut :
1.  Sumini, seorang alumni Universitas Indonesia, dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik. Oleh sebab itu, Tata, seorang alumni Universitas Indonesia, tentu dapat menyelesaikan tugasnya.
2.  Pada hari Senin, langit di sebelah barat menghitam, angin bertiup kencang, dan tidak lama kemudian turun hujan. Pada hari Selasa, langit sebelah barat menghitam, angin bertiup kencang, dan tidak lama kemudian turun hujan. Pada hari Rabu, langit sebelah barat menghitam, angin bertiup kencang. Hal ini menandakan bahwa tidak lama lagi akan turun hujan.
“Argumentasi Bidik Orang”
Salah nalar jenis ini adalah salah nalar yang disebabkan oleh sikap menghubungkan sifat seseorang dengan tugas yang diembannya. Dengan kata lain, sesuatu itu selalu dihubungkan dengan orangnya. Beberapa salah nalar jenis ini adalah sebagai berikut.
1.       Program keluarga berencana tidak dapat berjalan di desa kami karena petugas keluarga berencana itu mempunyai anak enam orang.
2.       Kamu tidak boleh kawin dengan Verdo karena orang tua Verdo itu bekas penjahat.
3.       Dapatkah dia memimpin kita kalau dia sendiri belum lama ini bercerai dengan istrinya?
“Meniru-niru yang Sudah Ada”
Salah nalar jenis ini adalah salah nalar yang berhubungan dengan anggapan bahwa sesuatu itu dapat kita lakuakn kalau atasan kita melakukan hal itu.Beberapa salah nalar jenis ini adalah sebagai berikut :
1.       Peserta penataran boleh pulang sebelum waktunya karena para undangan yang menghadiri acara pembukaanpun sudah pulang semua.
2.       Siswa SMA seharusnya dibenarkan mempergunakan kalkulator ketika menyelesaikan soal matematika sebab professor pun menggunakan kalkulator ketika menyelesaikan soal matematika.

Penyamarataan Para Ahli
Salah nalar ini disebabkan oleh anggapan orang tentang berbagai ilmu dengan pandangan yang sama. Hal ini akan mengakibatkan kekeliruan mengambil simpulan. Beberapa salah nalar jenis ini adalah sebagai berikut.
1.       Perkembangan sistem pelayaran kita dapat dibahas secara panjang lebar oleh Ahmad Panu, seorang tukang kayu yang terkenal itu.
2.       Pembangunan pasar swalayan itu sesuai saran Toto, seorang ahli di bidang perikanan.
Dalam ucapan atau tulisan kerap kali kita dapati pernyataan yang mengandung kesalahan. Ada kesalahan yang terjadi secara tak sadar karena kelelahan atau kondisi mental yang kurang menyenangkan, seperti salah ucap atau salah tulis misalnya.
Ada pula kesalahan yang terjadi karena ketidaktahuan, disamping kesalahan yang sengaja dibuat untuk tujuan tertentu. Kesalahan yang kita persoalkan disini adalah kesalahan yang berhubungan dengan proses penalaran yang kita sebut salah nalar. Pembahasan ini akan mencakup dua jenis kesalahan menurut penyebab utamanya, yaitu kesalahan karena bahasa yang merupakan kesalahan informal dan karena materi dan proses penalarannya yang merupan kesalahan formal.
Gagasan, pikiran, kepercayaan atau simpulan yang salah, keliru, atau cacat disebut sebagai salah nalar.

Syarat-syarat kebenaran dalam penalaran

Jika seseorang melakukan penalaran, maksudnya tentu adalah untuk menemukan kebenaran. Kebenaran dapat dicapai jika syarat – syarat dalam menalar dapat dipenuhi.
·         Suatu penalaran bertolak dari pengetahuan yang sudah dimiliki seseorang akan sesuatu yang memang benar atau sesuatu yang memang salah.
·         Dalam penalaran, pengetahuan yang dijadikan dasar konklusi adalah premis. Jadi semua premis harus benar. Benar di sini harus meliputi sesuatu yang benar secara formal maupun material. Formal berarti penalaran memiliki bentuk yang tepat, diturunkan dari aturan – aturan berpikir yang tepat sedangkan material berarti isi atau bahan yang dijadikan sebagai premis tepat. 

 Sumber :
·         Arifin, Zaenal dan Amran Tasai.2004. Cermat Berbahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi.Jakarta:Akademika Pressindo.
·         Lestari, Rakhmawati. 2013. Penalaran dan Definisi. http://tarirl.wordpress.com/2013/05/16/ definisi-dan-penalaran/. 20 April 2014, 07.45.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar