El Classico KPK vs Polri 2015
26
January 2015 | 03:12
Dijagat sepakbola negri Spanyol biasa terjadi pertandingan
yang disebut El Classico yaitu laga antara dua penguasa yang mendominasi
kejuaran2 sepakbola dinegeri itu antara Barcelona dan Real Madrid.
Rupanya El Clasicco tersebut tidak hanya milik negri Spanyol, tetapi telah
menular dan terjadi pula di negri kita tercinta ini, namun tidak dilaga
sepakbola namun di percaturan politik yaitu antara dua lembaga hukum KPK versus
Polri.
El Clasicco ini diawali dengan Penunjukan Komjen Budi
Gunawan/BG (sang pemilik rekening gendut), sebagai Calon Tunggal Kapolri, oleh
Presiden Jokowi dengan mengirimkan surat kepada DPR RI untuk melakukan Fit and
Proper Test. KPK yang merasa tersungging ketika seorang koruptor
dicalonkan jadi Kapolri, tanpa dimintai pendapat oleh Presiden. (padahal ketika
BG dicalonkan sebagai menteri KPK telah memberikan stabilo merah untuk BG, yang
berarti terindikasi korupsi), langsung bereaksi dengan menetapkan BG sebagai
tersangka dengan tuduhan menerima gratifikasi sehari sebelum Fit and Proper
Test dilakukan DPR-RI. Lucu dan konyolnya para wakil rakyat tersebut
malahan meloloskan BG yang tersangka koruptor KPK dan meminta agar BG dilantik
menjadi Kapolri. Presiden Jokowi, menjawab surat DPR RI ini dengan
menerbitkan dua Pilpres yaitu Memberhentikan Jendral Sutarman sebagai Kapolri
dan mengangkat Komjen Badrodin Haiti sebagai Pelaksana Tugas Kapolri, dan
menunda pelantikan BG, hingga proses hukum di KPK tuntas. Itulah, pertandingan
babak pertama, El Classico dengan skor 1-0 untuk KPK.
Dibabak, kedua Polri yang ketinggalan 0-1, mencoba mencari
celah kelemahan2 KPK, dan menemukannya, dengan cara tidak elegan alias
memalukan, Bareskrim Polri (tanpa sepengetahuan Plt Kapolri), secara vulgar
telah menangkap Bambang Wijayanto (Wakil Ketua KPK), dengan tuduhan telah
menjadi otak dibalik keterangan palsu para saksi di di kasus yang sudah
dituntaskan oleh MK. Pimpinan Bareskrim ini adalah Irjen Budi Waseso, pejabat
yang baru diangkat menggantikan Komjen Suhardi Alius yang dikenal sebagai sohib
sang BG. Mantan Wakalpori Ogroseno, menyatakan bahwa penangkapan BW adalah
rekayasa kriminal yang tidak sesuai dengan prosedur baku Polri, bahkan
menegaskan bahwa Duo Budi ini adalah sumber penyakit akut di Polri yang layak
ditempeleng malahan dipecat dari Polri.
Penangkapan BW ini, dilakukan atas dasar laporan dari
seorang kader PDIP (yang sarat dengan banyak masalah hukum dimasa lalunya),
yang diproses secara kilat oleh Polri (proses ini layak masuk MURI), dan dengan
sangat gamblang menunjukkan sebagai aksi balas dendam atas ditersangka kannya
BG oleh KPK.
Drama konyol penangkapan BW ini berakhir, sebelum dua puluh
empat jam, dengan dibebaskannya BW dari tahanan Bareskrim dengan status tersangka,
karena desakan sangat kuat dari semua elemen pegiat anti korupsi yang mewakili
rakyat banyak yang sudah muak ketika melihat bahwa lembaga Eksekutif dan
Legislatif Negara memihak kepada koruptor.
Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa Skor Sementara di
akhir babak kedua ini menjadi 1-1, dan rakyat biasa masih menunggu hasil akhir
dari El Classico ala Indonesia ini yang entah kapan bisa tuntas ato mungkin
akan terus dibiarkan mengambang untuk dijadikan bargaining politik para elit
politisi busuk dinegeri ini. Wallahu Alam!
Sumber :
http://politik.kompasiana.com/2015/01/26/el-classico-kpk-vs-polri-2015-719250.html
Dijagat sepakbola negri Spanyol biasa terjadi pertandingan
yang disebut El Classico yaitu laga antara dua penguasa yang mendominasi
kejuaran2 sepakbola dinegeri itu antara Barcelona dan Real Madrid.
Rupanya El Clasicco tersebut tidak hanya milik negri Spanyol, tetapi telah
menular dan terjadi pula di negri kita tercinta ini, namun tidak dilaga
sepakbola namun di percaturan politik yaitu antara dua lembaga hukum KPK versus
Polri.
El Clasicco ini diawali dengan Penunjukan Komjen Budi
Gunawan/BG (sang pemilik rekening gendut), sebagai Calon Tunggal Kapolri, oleh
Presiden Jokowi dengan mengirimkan surat kepada DPR RI untuk melakukan Fit and
Proper Test. KPK yang merasa tersungging ketika seorang koruptor
dicalonkan jadi Kapolri, tanpa dimintai pendapat oleh Presiden. (padahal ketika
BG dicalonkan sebagai menteri KPK telah memberikan stabilo merah untuk BG, yang
berarti terindikasi korupsi), langsung bereaksi dengan menetapkan BG sebagai
tersangka dengan tuduhan menerima gratifikasi sehari sebelum Fit and Proper
Test dilakukan DPR-RI. Lucu dan konyolnya para wakil rakyat tersebut
malahan meloloskan BG yang tersangka koruptor KPK dan meminta agar BG dilantik
menjadi Kapolri. Presiden Jokowi, menjawab surat DPR RI ini dengan
menerbitkan dua Pilpres yaitu Memberhentikan Jendral Sutarman sebagai Kapolri
dan mengangkat Komjen Badrodin Haiti sebagai Pelaksana Tugas Kapolri, dan
menunda pelantikan BG, hingga proses hukum di KPK tuntas. Itulah, pertandingan
babak pertama, El Classico dengan skor 1-0 untuk KPK.
Dibabak, kedua Polri yang ketinggalan 0-1, mencoba mencari
celah kelemahan2 KPK, dan menemukannya, dengan cara tidak elegan alias
memalukan, Bareskrim Polri (tanpa sepengetahuan Plt Kapolri), secara vulgar
telah menangkap Bambang Wijayanto (Wakil Ketua KPK), dengan tuduhan telah
menjadi otak dibalik keterangan palsu para saksi di di kasus yang sudah
dituntaskan oleh MK. Pimpinan Bareskrim ini adalah Irjen Budi Waseso, pejabat
yang baru diangkat menggantikan Komjen Suhardi Alius yang dikenal sebagai sohib
sang BG. Mantan Wakalpori Ogroseno, menyatakan bahwa penangkapan BW adalah
rekayasa kriminal yang tidak sesuai dengan prosedur baku Polri, bahkan
menegaskan bahwa Duo Budi ini adalah sumber penyakit akut di Polri yang layak
ditempeleng malahan dipecat dari Polri.
Penangkapan BW ini, dilakukan atas dasar laporan dari
seorang kader PDIP (yang sarat dengan banyak masalah hukum dimasa lalunya),
yang diproses secara kilat oleh Polri (proses ini layak masuk MURI), dan dengan
sangat gamblang menunjukkan sebagai aksi balas dendam atas ditersangka kannya
BG oleh KPK.
Drama konyol penangkapan BW ini berakhir, sebelum dua puluh
empat jam, dengan dibebaskannya BW dari tahanan Bareskrim dengan status tersangka,
karena desakan sangat kuat dari semua elemen pegiat anti korupsi yang mewakili
rakyat banyak yang sudah muak ketika melihat bahwa lembaga Eksekutif dan
Legislatif Negara memihak kepada koruptor.
Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa Skor Sementara di
akhir babak kedua ini menjadi 1-1, dan rakyat biasa masih menunggu hasil akhir
dari El Classico ala Indonesia ini yang entah kapan bisa tuntas ato mungkin
akan terus dibiarkan mengambang untuk dijadikan bargaining politik para elit
politisi busuk dinegeri ini. Wallahu Alam!
Sumber :
http://politik.kompasiana.com/2015/01/26/el-classico-kpk-vs-polri-2015-719250.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar